pengurangan pengangguran melalui pendidikan hybride

dear all,
masalah supply and demand dan kemampuan negara menyiapkan pendidikan utk anak bangsanya bervariasi dari negara ke negara…
jerman membebaskan biaya kuliah dari sd sd univ…tk mbayar….; utk kedokteran juga ada seleksinya karena tempat terbatas…tetapi utk jurusan lainnya yg ndak ada seleksi , klo sdh lulus gymnasium pasti masuknya…cuman keluarnya susah…karena hanya mereka yg mampu melewati vor diplome saja yg bisa sampai selesai…
contoh satu jurusan mesin di rwth aachen, menerima mahasisw sd 1000 mhs, asal nilai gymnasiumnya rata2 1 – 2; nilai 1 = 10 di indonesia,

tetapi yg lolos tingkat 3, hanya 30 – 40 %, yg lainnya drop out dan pindah jurusan karena tidak cocok dll.

dari segi ini, semua orang mendapatkan kesempatan kuliah tanpa pandang bulu, miskin atau kaya..krn gratis…kpn indonesia…? di usa juga bayar…dan negara2 lain juga bayar utk pendidikan..

mungkin salah satu solusi pendidikan hybride…kuliah sambil magang yg seperti kita kembangkan utk guru sd, maupun jurusan tkj, kapasitas bisa kita naikkan, tanpa membangun gedung, karena kuliah hanya 1 minggu di kampus dan 3 minggu di tempat bekerja/magang sambil belajar sosial skill nya..

bila ini bisa kita kembangkan bersama, berapa banyak mahasiswa yg bisa kiuliah dgn biaya terjangkau, karena kapasitas uni naik 4 x, dan penambahan dosen juga terjadi…; kita sedang meneliti 70 akademi dan pt yg mau menolong anak bangsa dgn kuliah yg terjangkau dan relevan thd kebutuhan lapangan….; kita tidak bisa samakan dgn kuliah reguler, dimana ada uang pangkal, spp, praktikum yg cukup tinggi..

kita  ingin thn ini menolong 1 juta anak2 kita lulusan slta bisa kuliah dgn memanfaatkan it sehingga mempunyai peluang kerja di masa mendatang lebih baik…

kemiskinan harus di potong dgn pendidikan..;

pendidikan vertikal akan meningkatkan strata sosial vertikal juga….

ini hanya salah satu solusi pemikiran…bagmana mnrt anda….? tolong tuliskan di bawah ini ya…terimakasih… atas sumbangan pemikiran anda…

ayo kita tolong di sekeliling kita utk bisa sekolah setinggi mungkin…; biar nggak miskin dan bodo  generasi berikutnya…

terimakasih
31 januari 2009
gatot hp

12 Tanggapan

  1. Salam kenal bt p Gatot Hari yang selalu kreatif membangun program pendidikan. Mudah2 harapan kita semua seperti itu.

  2. sistem hibrid yg dikembangkan blm semaksimal apa yg direncanakan, dulu ada viconf tp sekarang tdk ada.. mengandalkan telp untuk berkonsultasi dengan dosen karena sistem yg dikembangkan blm banyak dimanfaatkan untuk kuliah hibrid ini 🙂
    apa lagi tugas akhir yg membutuhkan banyak konsultasi dengan dosen dmn dosen juga sekarang banyak dengan aktfitasnya dengan teman2 di reguler…. jangan terkesan asal buka program ^_^

    tkj kotatahu 🙂

  3. bgitu banyaknya masalah yg melanda Indonesia, membuat kita semua berpikir kreatif & inovatif untuk mencari solusinya. yg kadang menjadi pertanyaan adalah kemauan politik, karena saat suatu program membutuhkan legitimasi maka peran negara menjadi penting. yg kedua,peran sang pembuat kebijakan sepertinya terlilit oleh kepentingan golongan selama per lima tahun. bagaimana ya membuat satu program yg benar2 “menggiurkan” negara, hingga program itu bisa senantiasa berjalan terus, berkembang, tanpa terganggu hiruk pikuk politik … (melamun .. apa ya ??)

  4. mungkin memang dengan pendidikan jarak jauh seperti itu bisa menjadi ancang2 masyarakat dalam mengenyam pendidikan tinggi, namun persyaratan magang dalam menempuh pendidikan tersebut menjadi salah satu kendala utama bagi siswa yang ingin mengikuti perkuliahan dengan sistem ini.
    selain itu uang menjadi kendala utama dalam pelaksanaan program ini, setiap PT atau provider hampir selalu mempermasalahkan masalah ini, kendala2 dari golongan tertentu yang kurang memperhatikan masalah pendidikan mungkin adalah kendala terberat dari program ini.

  5. Pendidikan Hybride,
    Pendidikan Hybride saya kira merupakan ide yang bagus, agar anak-anak kita dari yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan jauh dari perkotaan bisa menikmati pendidikan tinggi, ditengah-tengah ramainya Kuliah Tingkat Tinggi ( maksudnya biayanya serba tinggi).
    Bisa dibayangkan jaman sekarang kalau mau memasukkan anak kuliah di Fak. Kedokteran harus membayar minimal 150 jt. Biaya itu hanya bisa dijangkau oleh kelas menengah keatas.
    Namun sebelum membuka pendidikan Hybride, tolong dikaji masak-masak, bukankah sekarang sudah ada yang namanya UT, pendidikan kelas jauh sampai pendidikan semester pendek yang hanya masuk 2 mg sekali bahkan ada yang masuk 1 bulan sekali. Kalau seperti itu siapa yang berani menggaransi kualitas mereka ?
    Tapi kalau Hybride mengadopsi sistem 1 sm kuliah dan 1 sm magang, saya kira itu ide yang bagus dan perlu penyempurnaan dalam pelaksanaannya.

  6. Supaya masyarakat (tidak pandang bulu) dapat mengeyam pendidikan, diperlukan komitmen pemerintah mulai dari pusat samai ke daerah. Di Sulawesi Tenggara mulai jenjang Sekolah Dasar sampai Pendidikan Menengah baik Negeri maupun Swasta, baik sekolah dibawah Depdiknas maupun dibawah Depag pemerintah (Gubernur Sultra) membaskan dari segala pungutan… mulai dari pendaftaran siswa baru sampai pengelolaan sekolah. Mudah-mudahan hal ini menjadi momentum Sultra menuju wajib belajar 12 tahun, setelah itu mungkin saja sampai ke jenjang yang lebih tinggi (pt) dapat dipikirkan oleh Gubernur Sultra dan komponen pendidikan di daerah ini. Insyah Allah. Amin

  7. saya sangat setuju dengan hybride learning, karena sangat sesuai sekali dengan konsep pendidikan untuk semua orang yang sudah jelas sekali tertulis dalam UUD ’45 bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan tanpa pandang bulu kaya atau miskin, tua atau muda, kalau masih mau untuk belajar menuntut ilmu seharusnya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengenyam pendidikan. hal ini belum terjadi di indonesia biaya pendidikan semakin mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat, mudah-mudahan indonesia bisa mencontoh jerman seperti yang bapak gatot katakan. saya sangat setuju dengan konsep hibryde learning apabila diterapkan oleh pemerintah indonesia karena akan bisa mewujudkan amanah UUD’ 45 yang maksudnya adalah bahwa pendidikan untuk semua orang (tidak pandang bulu) dan pendidikan sepanjang hayat (terus menerus belajar)

  8. Berdasarkan data dari BPS Februari 2008, pengangguran di Indonesia sebanyak 9,4 jt orang (kalo dikumpulkan dalam satu tempat akan ini sama dengan penduduk jakarta semuanya menganggur). Dari 9,4jt pengagguran tersebut 4,5jt-nya adalah pengangguran terdidik yang berasal dari lulusan SMA, SMK, Diploma dan Universitas. Untuk mengatasi pengangguran ini, menurut saya perlu adanya pemetaan terlebih dahulu agar solusi yang akan ditawarkan tepat dan sesuai dengan skala prioritas.

    Disamping berdasarkan pendidikan, dapat dilakukan pula pemetaan pengangguran berdasarkan penyebabnya :
    1. Anak anak yg putus sekolah (DO)/tidak sekolah, tidak tertampung dilapangan kerja karena tidak memiliki ketrampilan
    2. Daya tampung/lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja
    3. Adanya ketidaksesuaian (mismatch) antara kebutuhan lapangan kerja dengan kualitas lulusan
    4. Adanya pemutusan hubungan kerja karena adanya krisis

    Melihat data dari BPS tersebut ternyata lebih dari 50% pengangguran adalah pengangguran tidak terdidik. Saya kira hal ini bisa kita minimalisasi dengan kembali mengaktifkan ST (sekolah teknik). Kita sadar betul bahwa mempekerjakan anak dibawah usia adalah tidak benar, tetapi sepertinya kita membiarkan anak dibawah usia menganggur karena tidak memiliki ketrampilan. (bisa didiskusikan lebih lanjut)

    Daya tampung lapangan pekerjaan yang tidak mencukupi dapat diatasi dengan membekali jiwa wirausaha pada setiap siswa. Perlu adanya kurikulum tambahan (kokurikulum) yang benar benar sesuai dengan kondisi ekonomi geografis setempat. (bisa didiskusikan lebih lanjut)

    salah satu penyebab missmatch adalah upaya pendidikan (kalaupun ada) dalam membenahi diri yang terlalu berorientasi pada diri sendiri, dengan hanya menggunakan parameter internal. Sehingga dalam melakukan pembenahan diri kurang mengacu pada situasi real yang terjadi di sekelilingnya. (bisa didiskusikan lebih lanjut)

    (– bersambung –)

    Media pendidikan yang efektif dan hampir dimiliki semua keluarga adalah TV dan HP, mari kita manfaatkan. TV edukasi dan Mobile Edukasi sudah selayaknya Indonesia punya.

    Salam
    agusheri

  9. Halo Pak Gatot and all,

    Kebetulan, pendidikan Master Computer Education and Technology di Ohio University yang sedang saya tuntut sekarang ini banyak mengimplementasikan sistem hybrid classroom. Pada prakteknya, beberapa mata kuliah bertemu face2face hanya pada saat awal pertemuan, mid-term, dan final exam. Selebihnya tugas submit online,online discussion, webconference, semuanya menggunakan fasilitas online learning management system (Blackboard Inc, Moodle, dll). Dosen pengajar harus available 24hours, interactive tutorial yg tersedia, dan koneksi internet yang memadai membuat semua jadi lebih mudah.

    Thanks,

  10. @agusheri,merlita,nursaputra,sudarman,agus sutrisno,saukya,pakpoer,mahenk,faqih trimakasih atas masukannya…akan kita kompilasi dan sempurnakan sistem yg sdh ada…

  11. Yth Bapak GHP,

    System hybrid sudah diterapkan di JointProgram D4 alias Berufsakademie. Kita juga pernah mengenal Telekolleg alias universitas terbuka.
    Lalu kenapa semuanya larut dan lumat ?

    Yach kiranya tidak ada kesungguhan dalam jiwa penyelenggaranya. Banyak orang yg capek dengan aturan yg ga jelas tujuan dan asal-usulnya….

    Kiranya kesungguhan adalah perbedaan yg mencolok mata dalam penerapan pendidikan, baik Berufs-Gewerbeschule, Fachschule ataupun Berufsakademie. Ini juga yg membedakan antara BA-Stuttgart dan BA-Malang. Lahan Indonesia sudah diracuni oleh system anglikan. Sayangnya bukan diisi dengan semangat dan jiwa yg tepat. Apa sih yg dicari dan ditanyakan oleh kaum akademisi sekarang ???
    Biasanya, S nya ada berapa ? Satu S, dua S atau tiga S ??
    Karena selanjutnya disana merupakan parameter tingkat kompetensi yg kurang pas. Orang yg S nya banyak, pangkat dan karirnya melesat bak roket Arianne. Tapi urusan kompetensi masih perlu dipertanyakan atau bahkan diuji lebih jauh.

    Saya kira, Indonesia masih banyak membutuhkan sistem ganda dalam tataran sekunder dan tertier. Entah bagaimana nasibnya POLTEKKOM sekarang…..

  12. bagus juga ….yang diharapkan meretas kebuntuan akses pendidikan,….sudah ada belom ya di sini?

Tinggalkan Balasan ke Dhani Batalkan balasan